Studi Temukan 'Fat-Shaming' Jadi Masalah Kesehatan Global

 


Studi Temukan 'Fat-Shaming' Jadi Masalah Kesehatan Global


PelangiSehatLebih dari separuh orang berusia yang kelebihan berat tubuh mengaku sempat dipermalukan oleh dokter, keluarga, serta sahabat. Fat- shaming semacam itu membuat mereka sering menyalahkan diri sendiri serta tidak menempuh program penyusutan berat tubuh sebagaimana mestinya.

Perihal tersebut ditemui dalam 2 riset baru. Riset menciptakan kalau di era kiwari, fat- shaming ataupun mempermalukan orang dengan kelebihan berat tubuh jadi permasalahan kesehatan global.

" Stigma terpaut berat tubuh begitu universal serta dapat sangat merugikan. Stigma membuat seorang ogah mencari perawatan yang pas, sehingga jadi permasalahan kesehatan yang tidak terselesaikan," ucap penulis utama riset,

Puhl sendiri sudah menekuni bermacam stigma yang timbul terpaut berat tubuh sepanjang nyaris 2 dekade. Ia menciptakan prevalensi stigma terpaut berat tubuh yang begitu besar.

" Pada dasarnya, permasalahan ini merupakan tentang rasa hormat serta martabat dan perlakuan yang sama terhadap orang- orang dengan dimensi serta berat badan yang berbeda," ucap Puhl.

Riset awal yang diterbitkan dalam International Journal of Obesity menyurvei dekat 14 ribu anggota Weight Watchers di 6 negeri semacam Australia, Kanada, Prancis, Jerman, Inggris, serta Amerika Serikat, Vidio Dewasa

Survei dicoba pada Mei- Juli 2020. Para partisipan ditanyai menimpa pengalaman mereka terpaut stigma berat tubuh serta pengaruhnya terhadap harga diri dan kesediaan mereka buat memperoleh perawatan yang pas.

Hasilnya, ditemui kalau anggota keluarga merupakan kelompok yang sangat merasa malu bila terdapat anggotanya yang hadapi kelebihan berat tubuh. Sebanyak 76- 88 persen partisipan mengaku sempat dihina akibat berat tubuh berlebih oleh orang tua, kerabat kandung, ataupun anggota keluarga yang lain.

" Kala kami mengajukan persoalan terbuka tentang pengalaman orang- orang tentang stigma berat tubuh dari anggota keluarga, kerap kali itu[stigma timbul dalam] kritik yang keras, ejekan, serta olok- olok," jelas Puhl.

Olok- olok berkisar dari penyebutan sebutan gendut, paha besar, sampai berkata kalau tidak terdapat orang yang hendak tertarik pada mereka sebab kelebihan berat tubuh yang dirasakan." Pendapat ini betul- betul menyepelehkan serta mempunyai akibat jangka panjang," kata Puhl.

Dekat 22- 30 persen partisipan mengaku hadapi ejekan terpaut berat tubuh awal kali pada umur 10 tahun. Tetapi, stigma yang diberikan keluarga malah berlangsung awet bersamaan waktu berjalan sampai berusia. Cerita Dewasa

Sedangkan itu, sebanyak 72- 81 persen partisipan mengaku sempat diejek ataupun diintimidasi oleh sahabat di sekolah. Sebanyak 54- 62 persen mengaku sempat dipermalukan oleh rekan di tempat kerja. Sebanyak 49- 66 persen pula sempat memperoleh pendapat negatif dari sahabat.

" Orang- orang hadapi stigma berat tubuh dalam bermacam ikatan interpersonal, baik itu di sarana kesehatan, pekerjaan, sekolah, serta rumah," kata Puhl.

Riset kedua yang diterbitkan dalam harian PLoS One menciptakan intimidasi yang sama yang dicoba oleh dokter.

Riset kedua ini menciptakan sebanyak 63- 74 persen partisipan merasa diremehkan sebab berat tubuh dikala mendatangi dokter. Dampaknya, banyak dari mereka yang malah cenderung menjauhi perawatan kesehatan. Tiktok dewasa

" Mereka hendak lebih tidak sering periksakan diri ke dokter. Mereka memandang kalau dokter memperhitungkan mereka secara negatif, serta tidak mencermati kebutuhan mereka," jelas Puhl.

Riset tadinya menampilkan kalau stigma berat tubuh bisa merangsang peningkatan berat tubuh.

Anggapan universal menyangka kalau stigma bisa memotivasi orang buat terus merendahkan berat tubuh. Tetapi, tidak demikian pada realitas yang ditemui dalam riset.

" Kenyataannya, kala orang hadapi stigma berat tubuh, ini sesungguhnya berkontribusi pada sikap makan tidak sehat, kegiatan raga lebih rendah, sampai berakhir ke akumulasi berat tubuh," ucap Puhl.

LihatTutupKomentar